Panglima TNI: Pesawat Super Tucano Gantikan Ov-10

[dixie]

Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menjelaskan, rencana TNI membeli pesawat jenis Super Tucano merupakan pengganti pesawat OV-10 yang telah di-"grounded".

Saat rapat kerja dengan Komisi I di gedung DPR Jakarta, Senin, Panglima TNI menjelaskan proses pembelian alutsista itu dilaksanakan pada renstra II tahun 2010-2014.

Penjelasan Jenderal Djoko itu terkait dengan pertanyaan kalangan anggota Komisi I DPR seputar rencana TNI AU membeli pesawat Super Tucano untuk ditempatkan di skadron 14 Madiun dan rencana TNI AL membeli kapal patroli cepat.

"TNI AU telah mengajukan anggaran pembelian beserta dukungannya sebanyak 16 unit untuk satu skadron," ujarnya.

Terkait upaya pemberdayaan industri strategis pertahanan nasional, menurut Panglima TNI, pihaknya juga berencana melibatkan atau menjalin kerjasama PT Dirgantara Indonesia dalam berbagai hal yang menyangkut pelatihan, jaminan ketersediaan suku cadang, prosentase kandungan lokal dan alih teknologi.

Tentang pembelian kapal patroli cepat, Panglima TNI mengatakan bahwa sesuai dengan renstra II tahun 2010-2014, TNI AL telah menganggarkan pembelian Kapal Ceoat Rudal Terimaran dengan panjang 60 meter dan Kapal Cepat Rudal sepanjang 40 meter.

"Keduanya merupakan produk industri swasta nasional," kata Panglima TNI.

Dalam raker yang dipimpin Ketua Komisi I Aziz Stamboel (FPKS) dan dihadiri pula Menhan Purnomo Yusgiantoro, para kepala staf TNI dan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin itu, Djoko Santoso menanggapi pula persoalan rumah dinas yang banyak disorot kalangan anggota DPR.

Dikemukakan Djoko bahwa penertiban rumah dinas yang masih ditempati keluarga prajurit yang telah pensiun itu dilakukan sesuai peraturan yang berlaku melalui pendekatan persuasif dan musyawarah.

Sejumlah tahapan yang dilakukan itu meliputi sosialisasi, dialog, peringatan pengosongan rumah dinas secara kekeluargaan dan jalan terakhir pengembalian fungsi rumah dinas TNI sesuai ketentuan yang berlaku.

"Sebagai solusi permasalahan rumah dinas ini, TNI telah melakukan terobosan melalui koordinasi dan kerjasama dengan Menpera maupun pihak terkait lainnya sehingga tahun 2009 terprogram pembangunan perumahan untuk pemurnian pangkalan sebanyak 952 unit," ujarnya.

Selain itu juga telah dilakukan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) sebanyak 9 tower/twin block dengan perincian Mabes TNI 2 tower, Mabes TNI AD 2 tower, Mabes TNI AL 2 tower, Mabes TNI AU 2 tower dan Kodam-V/Brawijaya 1 tower.

Kapasitas setiap tower bisa dihuni oleh 64 KK prajurit aktif. Salah satu dari twin block rusunawa tersebut telah diresmikan pada tanggal 8 Februari lalu di komplek Kopassus Cijantung Jakarta.(D011/A024)

sumber: www.antaranews.com/berita/1266822748/panglima-tni-pesawat-super-tucano-gantikan-ov-10

==========================
kapal cepat rudal trimaran.... ;D

ada yg punya foto nya ?
dulu danjen sempat foto waktu pameran di indodefence 2008, tapi buru-buru di hapus karena permintaan ... he3

[aries]

^^padahal ternyata beredar juga di forum lain..

[ranger]

Seberapa hebat ya si Super Tucano?
Kenapa gak beli A10 Thunderbolt II saja
Atau Su-25

//...gubragggg....ahhh..//

[killerbee]

Kapan giliran ganti Mk53 dan F5E? pilih M 346 atau Yak 130?pilih F16 block 52 atau Su35 BM?

[haerudin]

Kalau hanya pesawat COIN kenapa harus beli dari luar, bukankah pemerintah berkomitmen untuk persenjataan teknologi menengah akan dipenuhi oleh produksi dalam negeri dalam hal ini PT.DI, toh untuk pesawat ini saat ini kebutuhannya tidak terlalu mendesak.
N-250 pernah dijadikan tahun kebangkitan teknologi Indonesia, nah sekarang pesawat COIN ini jadikanlah menjadi momen kebangkitan teknologi Indonesia jilid II

[aries]

Mar 28, 2010 16:03:51 GMT 7 haerudin said:

Kalau hanya pesawat COIN kenapa harus beli dari luar, bukankah pemerintah berkomitmen untuk persenjataan teknologi menengah akan dipenuhi oleh produksi dalam negeri dalam hal ini PT.DI, toh untuk pesawat ini saat ini kebutuhannya tidak terlalu mendesak.
N-250 pernah dijadikan tahun kebangkitan teknologi Indonesia, nah sekarang pesawat COIN ini jadikanlah menjadi momen kebangkitan teknologi Indonesia jilid II

idealnya begitu mas... tapi masalahnya mengembangkan sendiri pesawat butuh waktu dan dana yang ga sedikit...

btw, ini mas Haerudin yang di detik formil yah...?

met gabung mas... mau dong terbang tandem...

[haerudin]

Pantesan menghilang rupanya pada ikut program transmigrasi ya, he he he sebenarnya sih tidak membutuhkan waktu yang lama sebab PT.DI sebagai penerus IPTN jelas memiliki arsip tentang konstruksi pesawat yang sudah dibuatnya sehingga itung2annya tidak terlalu rumit lagi, apalagi membuat pesawat COIN faktor kesulitannya tidak seperti membuat pesawat penumpang.
Iya sekarang cuacanya tidak menentu jadi lagi grounded dulu nih

[aries]

OOT

@mas haerudin, biasanya terbangnya dimana? boleh ga anak2 ARC diberi bimbingan atau tour gitu soal trike...

[raider]

pengalaman terbang trike dengan JFC (jogja flying club) nanti muncul di angkasa edisi april ini (pengumuman dot kom).

[aries]

Mar 31, 2010 15:21:20 GMT 7 raider said:

pengalaman terbang trike dengan JFC (jogja flying club) nanti muncul di angkasa edisi april ini (pengumuman dot kom).

jiiiiaaahhhhh.... tandem lagi dia... ga ngajak2 lagi dia....

[raider]

agar PT DI bangkit, perlu ada komitmen bersama. antara menkeu, menneg bumn, industri strategis, bapenas, dephan, tni, dll. mau diapakan potensi PT DI ini? Kalau mau disuruh produksi pesawat untuk kebutuhan TNI, berarti harus dipetakan dulu berapa nanti TNI akan beli. BEP gak? trus selain untuk TNI mau dibuat versi ekspornya tidak? dll. Dan ini harus satu suara semua. Jangan pula di tengah jalan satu2 nanti malah pada cuci tangan, jadilah terlantar lagi proyek2 yang dikerjakan oleh PT DI itu.

Terlantarnya IPTN/PT DI kan karena di tengah jalan muncul perdebatan kelompok ekonom dengan kelompok teknolog. karena tidak ada titik temu, masing2 ngeyel dengan pendapatnya sendiri2. terlantar lah sudah dan nasib PT DI tidak jelas... karyawan2 di PHK atau minggat ke luar negeri mencari tempat untuk menerapkan ilmu sekaligus mencari nafkah.

Bapak Teknologi-nya pun, karena waktu itu sudah naik pangkat menjadi Wapres dan Pres, kalo mau turun gunung jadi menristek lagi, mungkin malah aneh ya??? kalo kami berharap sih, kelegowoan Pak Habibie untuk membangkitkan lagi teknologi nasional sangat kami harapkan. Sekaligus sebagai "bentuk pertanggungjawaban" dulu sudah berani mengembangkan IPTN hingga memiliki jumlah karyawan sampai 16.000-an orang.

Negeri ini butuh tokoh, butuh sosok, sekaligus butuh dukungan Pemerintah+DPR+Rakyat. demikian sekadar sharing aja..

[haerudin]

Biasanya terbang dari Husen atau dari lapangbola dekat rumah trayektorinya kalau tidak ke selatan ya pulang ke Cirebon, dan trike yang saya pakai itu buatan sendiri dan yang biasa dipakai sudah laku terjual sehingga sekarang sedang buat lagi cuman mesinnya belum datang maklum pesenya dari Inggris dan saya buat trike hanya dari hasil mencontek.
Makanya saya kecewa sekali hanya pesawat COIN kita harus beli ke orang padahal Indonesia itu dikenal sebagai negara yang memiliki pabrik pesawat, untuk kebutuhan militer seharusnya tidak berdasarkan hitungan ekonomi seperti masalah BEP lihat kasus F-22 Raptor berapa yang sudah dibuat dan berapa biaya pengembangannya tapi kenapa amerika tidak mau menjual keluar walaupun kepada inggris yang merupakan sekutu sejatinya sendiri

[raider]

idealnya begitu mas, gak usah itung2an rugi, kita bikin aja. cuma perlu dipikirkan juga berarti roda2 ekonomi PT DI sulit berputar, akibatnya karyawan di PHK karena gk ada buat bayar gaji. buktinya juga, kenapa pesanan super puma TNI AU sampai molor dikerjakan dan belum rampung2 juga penyerahannya? karena tidak ada modal. Sedangkan mengerjakan heli/pesawat pesanan negara lain bisa lancar dan tepat waktu karena mereka kasih cash di awal, jadi ada modal. nah PT DI, dari pemerintah juga kurang mendapat suntikan dana, sedangkan pembeli dari TNI juga tidak dipastikan dulu awalnya berapa harus beli. mengapa harus ditegaskan di awal bahwa tni harus beli/pakai sekian, ini juga untuk menghindari pembelian produk setipe dari luar negeri. sekarang contohnya, daripada nunggu CN235 lama dari PT DI dan blm tau kapan selesainya, ada wacana untuk beli spartan saja. selain kapasitasnya tentunya juga lebih besar. spartan juga sebagai jembatan ke Hercy tipe J, kalau tni au mau beli ke depannya. demikian.. silakan kalo ada pendapat lain...

[aries]

jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=125194

mudah2an jadi angin segar...

[haerudin]

Mar 31, 2010 16:59:40 GMT 7 raider said:

idealnya begitu mas, gak usah itung2an rugi, kita bikin aja. cuma perlu dipikirkan juga berarti roda2 ekonomi PT DI sulit berputar, akibatnya karyawan di PHK karena gk ada buat bayar gaji. buktinya juga, kenapa pesanan super puma TNI AU sampai molor dikerjakan dan belum rampung2 juga penyerahannya? karena tidak ada modal. Sedangkan mengerjakan heli/pesawat pesanan negara lain bisa lancar dan tepat waktu karena mereka kasih cash di awal, jadi ada modal. nah PT DI, dari pemerintah juga kurang mendapat suntikan dana, sedangkan pembeli dari TNI juga tidak dipastikan dulu awalnya berapa harus beli. mengapa harus ditegaskan di awal bahwa tni harus beli/pakai sekian, ini juga untuk menghindari pembelian produk setipe dari luar negeri. sekarang contohnya, daripada nunggu CN235 lama dari PT DI dan blm tau kapan selesainya, ada wacana untuk beli spartan saja. selain kapasitasnya tentunya juga lebih besar. spartan juga sebagai jembatan ke Hercy tipe J, kalau tni au mau beli ke depannya. demikian.. silakan kalo ada pendapat lain...

Ya itulah yang memprihatinkan kita semua, keterlambatan tersebut salah siapa ? salah PT.DI atau salah Kemhan sendiri yang tidak jelas pendanaannya dan juga sebenarnya mereka lebih senang beli dari luar negeri karena mereka dapat sesuatu.
Dan sebenarnya kalau kita serius ingin mengembangkan BUMNIS kita harus ditunjang oleh satu lembaga keuangan yang mendukungnya karena untuk membeli produk BUMNIS yang mahal tidak mungkin peminat membayar dengan tunai dan itu yang menjadi faktor penghambat selama ini, coba kalau kita mendirikan lembaga keuangan maka masalah modal kerja tidak akan menjadi penghambat lagi karena begitu ada pesanan maka industri tersebut dapat memberi pinjaman sebagai modal kerja yang penyelesaiannya akan diperhitungkan dengan pihak pembeli yang merupakan debitur lembaga keuangan tersebut, seperti halnya kalau kita beli rumah, motor atau mobil dari lembaga keuangan (multifinance)