|
Post by dharma "THE RAPTOR" on Apr 21, 2008 16:28:46 GMT 7
dulu saya pernah baca di angkasa, USMC masih pake bronco tapi udah di up-grade. Diujung belakang bodynya ditambah sebiji mesin jet, ngak tau deh powernya gemana.CMIIW Kenapa punya TNI ngak di up-grade aja ya? ya mesinnya, ya avioniknya, bisa ngak ya??
|
|
viper
Angkasa members
Posts: 59
|
Post by viper on Apr 22, 2008 12:40:05 GMT 7
Terlalu banyak yang harus diupgrade. Apalagi milik TNI AU. Jadinya malah seperti bikin pesawat baru, cuma desain lama. Tentang desain-pun, tuntutan jaman sekarang sudah beda. Bronco bagus untuk tahun 60-70an, tapi untuk th 2000an sudah ketinggalan jaman meskipun jerohannya diupgrade. Bronco yang dipakai USMC (OV-10D+) juga tidak lagi bisa bertugas digaris depan karena "sengatan" rudal musuh sekarang jauh lebih mematikan dibanding jamannya.
|
|
|
Post by dharma "THE RAPTOR" on Apr 23, 2008 16:21:39 GMT 7
viperTQ pak atas pencerahannya, tapi saya tetep cinta ma bronco & skyhawk juga. Sayang cinta saya dua2nya dah pensiun............ oh ya saya baru tau kalo bronco ngak punya radar, itu emang ngak bisa dipasangngin radar atau emang kitanya yang ngak dikasi radar ma pabriknya? Sama kaya nomad dong, pake raDAR moTO? ?
|
|
|
Post by raider on Sept 15, 2008 18:48:11 GMT 7
05/09/08 16:51 RI-Korsel Jajaki Konsorsium Produksi Pesawat Latih
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah RI dan Korea Selatan sepakat untuk menjajaki pembentukan konsorsium bilateral bagi produksi dan alih teknologi pesawat latih. Pembentukan konsorsium itu akan dibahas dalam panitia bersama RI-Korea Selatan yang telah dibentuk pada 2005.
Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan hal itu ketika dikonfirmasi ANTARA News usai menerima Kepala Staf Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) Jenderal Kim Eun-Gi di Jakarta, Jumat.
Juwono mengatakan, konsorsium itu akan menjajaki pesawat latih jenis apa saja yang bisa dikerjasamakan pembuatan oleh kedua pihak.
"Terkait itu, kami juga akan menggandeng BUMNIS terkait, dalam rangka alih teknologi serta pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri," kata Juwono.
Pelibatan BUMNIS terkait itu, tambah Menhan, dilakukan sejalan dengan upaya pemerintah untuk pengadaan pinjaman dalam negeri.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Chaeruddin Ray mengatakan, melalui konsorsium itu maka hubungan kedua negara dalam hal ini angkatan udara kedua pihak menjadi sama dan seimbang.
"Setidaknya Korea Selatan juga mau membeli produksi pesawat Indonesia, sehingga industri strategis kita menjadi lebih berkembang. Seperti kita membeli pesawat dari mereka selama ini yakni KT-1B dan ke depan KO-1," katanya.
Sebaliknya, Korea Selatan juga sempat menggunakan pesawat CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia.
"Jika konsorsium ini bisa dibentuk dan berjalan, maka kebutuhan akan pesawat latih dapat dipenuhi dengan lebih mudah dan murah," kata Chaeruddin.
TNI AU yang sedang berencana mengganti sejumlah pesawat tempurnya, menetapkan Korea Selatan sebagai salah satu produsen untuk mengganti pesawat tempur taktis OV-10 Bronco.
Uji kinerja calon pengganti OV-10 Bronco telah dijajaki dan kini berada di Departemen Pertahanan untuk ditindaklanjuti.
Dari lima jenis yang diajukan ada dua nama yang menjadi calon kuat yakni EMB-314 Super Tucano dari Brasil dan KO-1 (Korean Observation) dari Korea Selatan. (*)
|
|
aries
Angkasa members
Posts: 636
|
Post by aries on Sept 19, 2008 15:15:33 GMT 7
^^berarti pasti yah pengganti OV-10-nya KO-1...??
|
|
|
Post by elangguntur on Sept 19, 2008 15:45:51 GMT 7
KO-1 sih cukup buat anti gerilya, yang penting PT.DI bisa alih teknologi, ga usah repot2 dari nol. Dapur tetep ngepul.....
|
|
|
Post by elangguntur on Sept 19, 2008 15:47:26 GMT 7
Kalo mau yang speknya sama dengan super Tucano TNI-AU bisa minta yang versi KAI KT-1C.
|
|
|
Post by elangguntur on Sept 19, 2008 16:04:13 GMT 7
|
|
|
Post by cakrabyuha on Sept 19, 2008 20:45:00 GMT 7
Super Tucano kayanya oke tuh, tapi masih rawan embargo gak yah, karena brazil kan nginduknya ke Portugal, bahasa resminya aja bahasa portugal. dan secara politik negara kita kurang dekat dengan Portugal. Kasus TimTim betapa kita di keroyok ramai2 oleh negara2 eropa yang notabene di komporin ama portugal.......saya sih cenderung KO-1 aja deh, lebih friendly and soulmate kayaknya sebagai sesama asia....kalo teknologi mah sami mawon lah...
|
|
|
Post by dakota64 on Sept 20, 2008 8:44:25 GMT 7
kalau menurut saya lebih baik milih KO-1 aja karena selama ini di skadik kan kita udah pakai KT untuk latih dasarnya jadi sudah familiar gitu, sepertinya super tucano sama aja deh specknya dengan KT-1, yang jelas apakah pihak pabrikan mau sharing teknologi dengan PT-DI, biar sebagian part bisa dibuat disini....dari semua itu bagaimana sikap pemerintah untuk mengambil keputusan......
|
|
aries
Angkasa members
Posts: 636
|
Post by aries on Sept 20, 2008 20:53:31 GMT 7
^^gw pribadi juga sreg dengan KO-1... emang seh, keliatannya lebih canggih super tucano. tapi apa itu aja parameternya? bukankah lebih baik sedikit kurang, tapi lebih terjamin... apalagi kalo ToT dengan PT.DI jadi... selain dapet pesawat, PT.DI juga dapet kerjaan... bagus khan..??
|
|
|
Post by x5modeller on May 15, 2009 15:17:35 GMT 7
COIN, rasanya pesawat jenis ini gak perlu terbang kenceng yang penting cantelannya banyak, konstruksinya kokoh dan tahan gempur karena sering terbang rendah, twin engine biar masih bisa pulang meski satu mesin rusak dan boleh juga dipasang meriam anti tank biar ampuh seperti Henschel 126 Jerman PDII . Atau twin engine muka-belakang seperti Cessna yang terbukti efektif nyebar napalm di Vietnam. Mungkin juga sistem seperti Fairey Gannet dengan prop kontra rotasi, asal twin engine propeler jangan jet.
Rasanya PT. DI bisa kok kalo cuman bikin pesawat twin prop engine buat COIN. Mesin dan piranti avionic beli aja, fuselage dan wing bikin sendiri, kan masih banyak engineer yang jago. Ayooooo....semangat2.
Peace
|
|
|
Post by irfansyah on May 19, 2009 12:14:56 GMT 7
klo request varian baru udah ga' bisa krn pabriknya udah tutup, mungkin lebih baik klo kita bongkar ov-10 tsb trus kita tiru abis jadi deh DI-10
|
|