|
Post by elangguntur on Apr 8, 2008 14:06:57 GMT 7
ke angkasa luar mungkin masih impian buat kita, padahal kita punya lembaga riset penerbangan antariksa yang cukup matang, tapi hingga kini impian utu masih melayang. Meski sudah berhasil membuat mikro satelit, namun wahana peluncur hingga kini belum terwujud (buatan sendiri).
Baru beberapa negara yang benar2 bisa membuat peluncur satelit sendiri, tak lebih dari 10 jari tangan: 1. USA 2. Russia 3. Uni Eropa 4. Cina 5. Jepang. 6. India 7. Israel
mungkin segera menyusul Iran. Indonesia sebenenarnya memiliki peluang untuk bisa masuk group elite ini, memanfaatkan antariksa untuk kemajuan peradaban.
|
|
|
Post by raider on Apr 8, 2008 15:58:47 GMT 7
Kalau bicara teknologi wahana peluncur mungkin belum bisa. belum bisa karena apa, karena budget untuk risetnya belum tersedia juga mungkin belum mencukupi. tapi kalau bicara soal SDM, orang Indonesia banyak yang pinter-pinter dan mampu kok membuatnya.
Nah sekarang bicara orang yang sudah diluncurkan/dibawa ke wahana ruang angkasa, tetangga kita sudah berhasil mencatatkan dirinya sebagai negara yang salah satu warganya sudah berkunjung dan berdiam di stasiun ruang angkasa ISS.
Ayolah, Indonesia juga bisa kok sebenarnya... tinggal lobi pemerintahan Rusia. Toh kita juga kan akan belanja alutsista yang banyak dari mereka...
|
|
|
Post by cakrabyuha on Apr 8, 2008 21:10:53 GMT 7
Masalhnya jadi gak belanja alutsista dari Rusia, he..he..he.. kaya gak ngerti aja ama Negri Wacana ini......
|
|
|
Post by elangguntur on Apr 9, 2008 16:01:34 GMT 7
berikut kutipan dari anglasa online: www.angkasa-online.com/11/04/space/space1.htmSejak didirikan pada November 1963, dalam subyek roket pendorong, hingga saat Lapan baru menempuh sebagian dari seluruh tahapan pengembangan sistem antariksa yang dicanangkannya. Dalam hal ini, mereka baru menempuh tahap pengujian hingga roket berbahan bakar padat HTPB (Hidroxyl Terminated Poly Butadiena) berdiameter 250 mm yang mampu mencapai lapisan ionosfer hingga ketinggian 100 km. Segera setelah semua sistem dikuasai dan pemerintah menyediakan dana, lembaga riset ini selanjutnya akan mengembangkan pula berturut-turut: RX-420 yang mampu mencapai ketinggian 200 km (region-F rendah), RX-500 yang mampu menembus ketinggian 300 km (region-F menengah), serta RX-750 yang mampu mencapai level orbit atau paling tidak mencapai ketinggian 400 km (region-F tinggi). Menarik pula untuk dicatat, bahwa di bawah Kedeputian Teknologi Dirgantara, lembaga ini juga tengah meneliti roket kendali eksperimental. ngomong2 roket peluncur satelit RX-750 udah di sounding lapan sejak tahun 90-an...tapi realisasinya belum terlihat, satelit mikronya sendiri sih udah jalan, alasan klasik tak ada dana mungkin juga kesungguhan pemerintah untuk mewujudkannya..... Apakah dengan adanya kerjasama proyek peluncur satelit dengan russia di biak, program peluncur roket buatan sendiri akan kandas juga???
|
|
|
Post by maverick on Apr 10, 2008 13:45:08 GMT 7
Masalah dana sebenarnya bisa teratasi kalau swasta boleh ikutan ikut sebagai investor.... atau swasta boleh mengembangkan sendiri..
|
|
|
Post by fcaesarn on Apr 11, 2008 16:16:37 GMT 7
|
|
|
Post by elangguntur on Apr 18, 2008 9:05:56 GMT 7
Indonesia segera ke antariksa, insyaAllah...berikut nukilan beritanya..
Roket Rusia di Biak Sabtu, 09 Desember Kompas, BIAK - Sebagai tindak lanjut perjanjian kerja sama Rusia-Indonesia di bidang ruang angkasa yang ditandatangani di Moskwa pekan lalu, 1 Desember, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional mulai Januari 2007 akan merealisasikan rencana peluncuran roket Rusia di Pulau Biak.
Selain itu Lapan akan bekerja sama dengan Departemen Pertahanan segera mempersiapkan mekanisme pemilihan calon kosmonot untuk mengikuti program ruang angkasa Rusia.
Langkah yang dipersiapkan Indonesia, jelas Sekretaris Utama Lapan Wisjnu P Marsis, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (7/12), meliputi, di antaranya, penyusunan draf ratifikasi berupa Peraturan Presiden tentang penetapan fasilitas peluncuran roket, persiapan lahan, dan infrastruktur di pulau Biak.
Namun yang lebih penting, ujar Wisjnu yang juga Ketua Delegasi Indonesia, dalam peraturan ini hendaknya dipertegas posisi Lapan. "Karena perannya yang strategis, Lapan seharusnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden, seperti yang berlaku di Rusia dan AS. Meski telah ada peraturannya, praktiknya Lapan menjadi lembaga subordinasi di bawah Menneg Ristek," ujarnya.
Persiapan Program peluncuran roket di Biak, lanjutnya, melibatkan banyak pihak termasuk konsorsium swasta nasional untuk membangun industri bahan bakar roket.
Pihak Indonesia akan menyediakan dana sebesar 40 juta dollar AS dari total anggaran yang diperlukan, 400 juta dollar AS. Peluncuran roket Polyot pembawa satelit menurut rencana baru terlaksana tahun 2010, urai Wisjnu. Peluncuran roket dari pesawat Antonov 124 merupakan pertama kali dilaksanakan Rusia.
Kosmonot Dalam kerja sama ini, lanjut Wisjnu, juga ditawarkan pengiriman kosmonot Indonesia ke Rusia. Hal ini juga dilakukan lebih dahulu oleh Malaysia. Calon kosmonot Malaysia saat ini mengikuti pelatihan di Rusia.
Sebagai langkah persiapan, jelas Wisjnu, Lapan telah mengadakan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan RI untuk persiapan dan mekanisme seleksi calon kosmonot Indonesia.
Indonesia pernah menjalin program pengiriman calon astronot Pratiwi Sudarmono dengan NASA sekitar 20 tahun. Namun gagal karena masalah teknis, bahkan program tersebut kini terhenti. (YUN)
|
|
|
Post by elangguntur on Apr 18, 2008 9:13:17 GMT 7
BIAK MENUJU BANDARA ANTARIKSA Jumat, 17 Maret 2006 Indonesia dan Rusia sepakat membangun bandara antariksa di Pulau Biak, Papua, guna meluncurkan satelit dari pesawat terbang yang dikenal sebagai ”air launch system”. Kerja sama ini merupakan upaya meningkatkan daya saing global dalam layanan jasa peluncuran satelit. Presiden Rusia Vladimir Putin akan berkunjung ke Indonesia tahun ini untuk menandatangani kerja sama tersebut bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini akan menjadi peristiwa sangat bersejarah bagi kedua negara. Kerja sama bilateral tersebut merupakan kesempatan emas Indonesia untuk meningkatkan kemampuan teknologi antariksa. Kemampuan Rusia (dulu Uni Soviet) dalam teknologi antariksa tak diragukan lagi. Dalam kerja sama air launch system (ALS), Bandara Frans Kaiseppo Biak akan memberikan Rusia kemampuan daya saing tinggi dalam layanan peluncuran satelit. Terutama, satelit-satelit komunikasi, navigasi, penginderaan jauh pada berbagai ketinggian orbit dan inklinasi. Pesawat terbang Sistem peluncur wahana antariksa dari pesawat terbang (ALS) bukan teknologi baru. Pada 5 April 1990, Orbital Sciences Corporation (AS) berhasil meluncurkan roket Pegasus ke antariksa dari pesawat NASA B-52 pada ketinggian lebih kurang 11.000 kilometer. Keberhasilan ini menandai era baru peluncuran satelit dari udara. Selama sepuluh tahun berikutnya, ALS Orbital Sciences berhasil menempatkan lebih dari 70 satelit kecil berbobot hingga 500 kilogram ke orbit rendah dari pesawat L-1011 ”Stargazer”. Studi kelayakan ALS dijajaki Rusia sejak 1998 melalui Air Launch Aerospace Corporation (ALAC). Pesawat kargo raksasa Antonov An-124 dipilih sebagai pangkalan peluncuran roket. Pesawat An-124 memiliki panjang 68,96 meter, tinggi 20,78 meter, dan bentang sayap 73,3 meter. Dalam keadaan kosong bobotnya 175 ton dan mampu mengangkut muatan hingga 150 ton. An-124 menggunakan empat mesin turbofan Lotarev D-18T bertenaga besar. Kecepatan jelajah maksimum adalah 865 kilometer per jam, ketinggian maksimum 12.000 meter dengan jarak tempuh 4.500 kilometer. Pesawat An-124 100AL dirancang mampu mengangkut roket dua tingkat Polyot yang tingginya 32,5 meter dan diameter 3,2 meter. Dalam kondisi berisi bahan bakar kerosin dan oksigen cair, bobot roket mencapai 150 ton. Roket Polyot mampu mengorbitkan satelit berbobot empat ton pada ketinggian 200 kilometer di atas khatulistiwa. Bobot muatan ini menurun bila kemiringan orbit terhadap khatulistiwa meningkat. Untuk misi dengan orbit sangat lonjong, muatan yang dapat diluncurkan seberat 1,1 ton. ALS Rusia juga mampu mengirimkan pesawat berbobot 600 kilogram untuk misi ke Bulan atau ruang antarplanet. Bandara antariksa Lokasi Biak sangat strategis, berada dekat garis khatulistiwa (0 derajat 11 menit 31 detik lintang selatan) dan menghadap lautan Pasifik. Kondisi ini menarik minat Rusia bagi pengoperasian ALS. Keuntungan peluncuran satelit dari kawasan khatulistiwa yaitu dapat memanfaatkan kecepatan rotasi Bumi. Selain itu, satelit dapat diluncurkan dengan kemiringan orbit 0-115 derajat terhadap khatulistiwa. ALS sangat fleksibel. Persyaratan utamanya adalah landasan pesawat sepanjang 3.000 meter sehingga pesawat An-124 bisa tinggal landas dan kembali setelah peluncuran satelit. Bandara Frans Kaiseppo memiliki panjang landasan 3.570 meter sehingga memenuhi persyaratan ini. Kegiatan pembangunan Bandara Antariksa Biak dimulai tahun depan selama tiga tahun. Kegiatan itu antara lain pembangunan fasilitas integrasi roket dan satelit, pemeliharaan satelit, fasilitas checkout, fasilitas pengendali misi, serta fasilitas pendukung lainnya. Persiapan peluncuran meliputi pengiriman roket Polyot tanpa bahan bakar dari Rusia ke Biak. Roket dan satelit diintegrasikan dan dites di Bandara Antariksa Biak. Menjelang operasi peluncuran, roket dimasukkan ke pesawat An-124 100AL dan diisikan bahan bakar. Selanjutnya, pesawat tinggal landas menuju suatu titik di khatulistiwa di sebelah utara Biak. Pada ketinggian 11.000 meter, An-124 melepaskan Polyot melalui pintu belakang ruang muatan. Sebuah parasut mengembang sekitar 2,7 detik setelah pelepasan, yang berfungsi mengubah posisi roket agar mengarah vertikal. Lebih kurang 3,3 detik berikutnya mesin roket tingkat pertama menyala. Ketika itu pesawat berada pada jarak aman sekitar 350-400 meter. Pusat pengendali misi di Rusia memantau dan mengendalikan proses peluncuran menuju orbit final. Setelah roket tingkat satu dilepaskan, roket tingkat dua mendorong satelit ke orbit rendah (300-400 kilometer). Roket tingkat atas (upper stage) kemudian menempatkan satelit ke orbit lebih tinggi, misalnya orbit geostasioner. Seusai peluncuran, pesawat An-124 100AL kembali ke Bandara Antariksa Biak. Kerja sama Indonesia-Rusia dalam Eksplorasi dan Pemanfaatan Ruang Angkasa untuk tujuan damai difasilitasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Direktorat Eropa Tengah dan Timur, serta beberapa departemen. Dalam kerja sama ini, perusahaan nasional PT Air Launch Aerospace Indonesia (ALAI) akan dilibatkan dalam pembangunan fasilitas Bandara Antariksa Biak serta kegiatan peluncuran satelit. Diharapkan, cukup banyak personel Indonesia akan mendapatkan pelatihan untuk pengoperasian ALS Biak. Sehingga seusai kerja sama, yang direncanakan berlangsung selama 18 tahun (bisa diperpanjang), ALS Biak masih tetap beroperasi dan ditangani sebagian besar oleh tenaga ahli Indonesia. BACHTIAR ANWAR Peneliti Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, Lapan
|
|
|
Post by fcaesarn on Apr 18, 2008 14:14:35 GMT 7
Mudah2an, terealisai, soalnya belum ada update lagi dari PT. indonesia-airlaunch
|
|
|
Post by elangguntur on Apr 21, 2008 14:58:56 GMT 7
|
|
|
Post by elangguntur on May 7, 2008 8:09:58 GMT 7
awal tahun 2007, satelit mini buatan lapan TUBSAT berhasil mengorbit di antarikasa dengan menumpang roket Polar Satellite Launch Vehicle (PSLV) C-7 milik india. insyaAllah, setelah tahun 2010 lapan akan meluncurkan satelitnya dengan roket buatan sendri RX-750.
|
|
|
Post by elangguntur on May 7, 2008 8:35:58 GMT 7
|
|
|
Post by elangguntur on May 22, 2008 7:29:41 GMT 7
hadiah LAPAn buat perayaan 100 kebangkitan nasinal. LAPAN BISA! INDONESIA BISA!
RX-320 SUKSES MELUNCUR Program Roket Pengorbit Satelit Memasuki Tahap Awal
Lapan kembali melakukan uji terbang roket hasil penelitian dan pengembangannya. Setelah berhasil uji statik terhadap motor roket bertipe RX-320, Tim Peroketan Lapan melanjutkan dengan tahapan uji terbang pada Senin (19/05) di Stasiun Uji Terbang Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Roket dengan tipe RX-3228.02.01 sebagai roket terbesar buatan Lapan selama ini, berhasil meluncur mulus. Keberhasilan ini sebagai tanda program pembuatan Roket Pengorbit Satelit memasuki tahap awal.
Uji terbang yang untuk pertama kalinya terhadap RX-320 ini disaksikan langsung Deputi Bidang Teknologi Wahana Dirgantara (De Tekgan), Dr. Ing. Soewarto Hardhienata, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara (Ka Pustekwagan), Ir. Yus Kadarusman Markis, Dipl. Ing., Kepala Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara (Ka Pustekelegan), Drs. Toto Marnanto Kadri, serta beberapa pejabat dan staf terkait.
Menurut Ka Pustekwagan, roket yang mempunyai daya dorong 52 tondetik tersebut dirancang dengan tujuan untuk mendukung program pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS) secara mandiri. Rencananya, RPS terdiri dari empat tingkat kombinasi dari dua jenis roket, yaitu RX-420 dan RX-320. “Nah, RX 320 ini nantinya menempati tingkatan terakhir,” jelasnya.
Roket diluncurkan dengan tujuan uji rancang bangun. Roket ini berspesifikasi panjang 4736 mm, diameter 320 mm, dan berat total 532 kg. Pukul 06.15 WIB, roket berhasil meluncur sesuai prediksi jarak jangkau yakni sekurangnya 42 km. Hal ini ditunjukkan oleh data Global Positioning System (GPS) yang dipasang pada roket. “Data terakhir yang bisa dipantau menunjukkan angka 42,1 km. Ini pun posisi roket masih terbang di atas laut,” imbuh Ka Pustekwagan.
Roket ini membawa muatan payload engineering test dengan tujuan untuk mendiagnosa perilaku aerodinamika, olah gerak, trayektori, dan kondisi lingkungan. Data tersebut berhasil diterima oleh Stasiun Bumi Telemetri, Tracking, and Command (TT&C) yang ada di lokasi fasilitas peluncuran tersebut. Keberhasilan ini menunjukkan titik awal pengembangan untuk membangun satelit nano telah dimulai. Sesuai rencana Kepala Lapan, Dr. Ir. Adi Sadewo Salatun, kegiatan ini menjadi tahap pertama bagi pembangunan program pembuatan RPS pertama Indonesia.
Selain RX-320, dilakukan pula uji terbang terhadap RX-70. Uji terbang ini ditempuh untuk melakukan uji pada launcher. Roket ini juga berhasil meluncur dari launching pad yang ditempatkan di atas kendaraan Jeep. Roket dengan berat 9760 gram ini juga sukses meluncur sesuai prediksi yakni jarak jangkau 7,2 km. (Humas/And)
|
|
|
Post by elangguntur on May 22, 2008 7:34:03 GMT 7
Jakarta | Rabu, 21 Mei 2008 Lapan Sukses Uji Roket Terbesar by : Agus Dwi Darmawan
RX-320, Senin (19/5) pukul 06.15 WIB, berhasil terbang dengan mulus. Roket dengan stabilisasi spin 2 RPS seberat 0,5 ton ini berhasil membawa payload engineering test untuk mendiagnosis perilaku aerodinamika, olah gerak, trayektori, dan kondisi lingkungan. Semua data selama penerbangan dapat diterima dengan baik oleh stasiun bumi telemetri, tracking, and command (TT&C) di Pameungpeuk.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat LAPAN, Dra Elly Kuntjahyowati mengatakan RX-320 memiliki daya 52 ton-detik yang akan merupakan tingkat akhir Roket Pengorbit Satelit (RPS) yang mulai dikerjakan Lapan tahun ini. RPS akan terdiri dari 4 tingkat kombinasi gabungan 3 roket RX-420, RX-420, RX-420 dan RX-320 untuk tingkat pertama, kedua, ketiga, dan tingkat akhir sebagai penginjeksi satelit memasuki orbit.
Sedangkan engineering test payload yang pada saat uji terbang kemarin bekerja dengan baik merupakan pengembangan tahap pertama untuk membangun satelit nano yang nantinya menjadi muatan RPS pertama Indonesia. “Karena situasi pendanaan, RPS Lapan diturunkan kelasnya tidak seperti yang direncanakan semula,” ujar Elly.
Mulanya yang direncanakan adalah sistem pengorbit satelit kelas mikro (50 kg) yang menggunakan roket RX-520, dan untuk uji ini kelasnya diturunkan menjadi kelas nano (5 kg) dengan roket RX-420. “Tapi yang terpenting adalah sasaran penguasaan teknologi pengorbitan telah tercapai,” tambahnya.
Untuk mengantisipasi operasi pengorbitan, Lapan akan bekerjasama dengan instansi terkait antara lain Deplu, KLH, dan Depkominfo untuk menyiapkan aspek legal yang berhubungan dengan hukum keantariksaan nasional maupun internasional seperti space act (hukum ruang antariksa), liability convention dan amdal.
Kepala Lapan, Adi Sadewo Salatun mengatakan Lapan terus mengembangkan produk-produk roketnya meski dengan keadaan dana terbatas. Sejauh ini Lapan telah berhasil memproduksi roket yang jarak tempuhnya mencapai 300-400 km. Lapan juga ditargetkan mampu mengembangkan bahan bakar roket sendiri, jenis ammonium perchlorate yang rencananya akan bsia diproduksi masal pada 2010.
”Untuk menjamin keamanan dan keselamatan berbagai pola peluncuran sedang dikaji yaitu sistem peluncuran fix maupun bergerak,” jelas Adi. Mengenai percobaan roket- roket yang diluncurkan Adi menjelaskan bahwa selama ini kegunaanya hanya sebatas untuk keperluan penginderaan jauh, pemantau cuaca dan peluncuran satelit.
Sejalan dengan program peroketan itu, dalam penguasaan teknologi satelit, Lapan bekerja sama dengan TU Berlin telah berhasil membuat satelit pengamatan bumi Lapan-TUBSat yang telah lebih dari 1 tahun beroperasi dengan baik.
Program satelit berikutnya fokus kepada satelit ekuatorial yang memiliki pass time di atas wilayah Indonesia lebih banyak, yaitu 3 jam siang hari, dengan 3 stasiun bumi. Bandingkan dengan Lapan-TUBSat berorbit Polar (kutub) yang hanya memiliki pass time 1 jam. Satelit yang juga menjadi periode kedua karya anak bangsa ini akan menjadi satelit ekuatorial yang nantinya bisa dikerjasamakan dengan pihak negara lain di Afrika.
|
|
|
Post by raider on May 22, 2008 11:14:00 GMT 7
Siyaaappppp, mari kita berikan dukungan kepada Lapan. Setelah kita kunjungi Pindad dan kita beri dukungan penuh kepada industri strategis nasional itu, kini saatnya kita ber dukungan yang besar juga kepada Lapan.
Kalau ada green light dari pihak Lapan, Insya Allah kita lakukan kunjungan ke pusat peluncuran Lapan di Pameungpeuk Garut. Syukur2 kalau moment itu pas dengan peluncuran roket Lapan berikutnya. Bangkitlah Bangsaku menjadi negara Besar dan Makmur!!!
|
|