|
Post by priyono on Jul 19, 2008 18:18:36 GMT 7
Saudara-saudara, kalau ada yang punya artikel, atau berita, atau kutipan dari majalah, atau hasil wawancara atau ngobrol soal Operasi Seroja dan perang di Timor-Timur 1975-1999 silakan di posting.
|
|
|
Post by priyono on Jul 19, 2008 18:33:54 GMT 7
David Alex, salah satu gerilya Fretilin yang senior pada tanggal 25 juni 1997 sekitar pukul 11.00 Wita, berhasil disergap pasukan ABRI di gua tempat persembunyiannya, di Kampung Caibada, Kecamatan Baucau, sekitar 130 km arah timur kota Dili. Menurut majalah Cahaya Candrasa dan Suara Merdeka 1997 yang saya koleksi, Pasukan yang berhasil menyergap David Alex adalah : Tim Gabungan Kopassus,Satgas Rajawali,Kodim setempat, dan Batalyon 312/ Kala Hitam Siliwangi. Tim gabungan itu dipimpin Kapten Inf David Hasibuan, didampingi Komandan SGI Baucau Kapten Delvianus dan Lettu Agus Pangarso. David Alex bertanggung jawab atas serangan2 terhadap pasukan TNI sebelumnya dan yang paling akhir adalah penghadangan terhadap truk yang berisi anggota polisi dan brimob dalam pengamanan pemilu 1997 yang menewaskan kurang lebih 19 orang di Kecamatan Quelicai.Pada penghadangan ini pihak Fretilin dengan menggunakan seragam TNI atau ABRI menghadang truk tersebut , sehingga mengira Fretilin tersbeut sesama anggota dan truk berhenti dan tiba-tiba Fretilin tersebut menembak sopir truk tersebut dan melemparkan granat ke truk tersebut.Pada saat itu truk berisi pula bahan bakar dalam drum sehingga mudah sekali meledak dan disertai tembakan dari tempat tersembunyi oleh pihak Fretilin Penyergapan tersebut diawali dari informasi masyarakat terhadap sejumlah orang yang tidak dikenal sering mengendap masuk kawasan perumahan Kodim setempat.Dari situ dikembangkan penyelidikan dan akhirnya diketahui tempat persembunyian tersebut. Selain itu turut ditangkap sejumlah anak buah David Alex. tampang David Alex
|
|
|
Post by priyono on Jul 19, 2008 18:37:24 GMT 7
Penyergapan Nikolau Lobato
Yonif 744 dipimpin oleh Mayor Yunus Yosfiah telah hampir 2 minggu melakukan pengejaran terhadap pasukan Fretilin di Maubisse Kecil.Pasukan yang beroperasi di sektor ini antara lain Yonif 744, Yonif 700, Yonif 401 Raiders dan tim Nanggala-28.
Tanggal 30 Desember 1978 pukul 05.00 Komandan tim Nanggala-28, Kapten Inf Prabowo melaporkan kepada Danyon 744, Mayor Yunus Yosfiah tentang adanya pergerakan pasukan Fretilin ke arah selatan.Hari itu juga Komandan Sektor Tengah, Kol Inf Sahala Raja Guguk segera memerintahkan pengepungan terhadap sasaran.Formasi pasukan TNI waktu itu :
Tim Nanggala-28 disisi utara Yonif 700 dan Yonif 401 disisi timur Yonif 744 sebagai ujung tombak serangan
Pada hari itu Peleton I Kompi B Yonif 744 yang dipimpin Sersan Maudobe terlibat kontak senjata yang mengakibatkan sejumlah musuh tewas.Diantara mayat yang berhasil ditembak Sersan Maudobe terdapat mayat Nikolau Lobato.Mayat Nikolau Lobato berhasil dikenali oleh Prajurit Dua Gutteres (tamtama pembawa radio).Dalam pengejaran ini dilibatkan pula satuan helikopter yang mengangkut secara mobil pasukan.
NB: Pernah saya postingkan di Wikipedia.
|
|
|
Post by priyono on Jul 19, 2008 20:34:05 GMT 7
Dari majalah TEMPO
Bobol, Penjaga Gawang Fretilin
Edisi 39/22 Halaman 30 Rubrik Nasional
28 Nov 1992
DUA teman lama itu kembali bertemu pekan lalu: Abilio Jose Osorio Soares dan Jose Xanana Gusmao. Keduanya, yang sama-sama kelahiran Manatuto 45 tahun lalu, adalah teman SMP (Primeiro Ciclo do Ensino Secindario) di Dili. Di situ, Xanana dikenal sebagai penjaga gawang dalam tim sepak bola Academica. Dua-duanya pernah pula ikut wajib militer Portugal, Tropaz. Di masa pergolakan, Abilio masuk Apodeti yang pro Indonesia dan Xanana memilih Fretilin yang mau merdeka.
Nasib mereka berbeda. Kini, Abilio Soares adalah gubernur Timor Timur, dan Xanana sebagai tahanan aparat keamanan. Ia dianggap memimpin gerakan melawan Indonesia. Wartawan TEMPO di Dili melaporkan, keduanya sempat berbincang-bincang di rumah Pangkolakops Brigjen. Theo Syafei di Pantai Varol, Dili -- dengan suguhan makanan ringan dan minuman kaleng.
Toh itu bukan saat menyenangkan buat Xanana. Ia ditangkap Jumat pagi pekan lalu, setelah diburu 16 tahun. Penangkapan Xanana diduga erat kaitannya dengan pembubaran Fitun -- organisasi pelajar sayap Fretilin yang sering terlibat demonstrasi, termasuk yang mengakibatkan insiden Santa Cruz, 15 November lalu. Menurut sumber TEMPO, dari Fitunlah didapat info tempat Xanana bersembunyi (meski menurut aparat keamanan itu berkat informasi masyarakat), yaitu di rumah seorang polisi, Kopral Satu Agusto Pierera, di Desa Labane Barat, Dili Barat. Rumah berukuran 80 meter persegi ini hanya 30 meter dari pos penjagaan pasukan pemukul Batalyon 623. Di dalam rumah itu dibuat lubang persembunyian bawah tanah berbentuk L, sekitar semeter dalamnya. Syahdan, Xanana sudah dua bulan ngumpet di sana. Untuk penyamaran, ia mencukur klimis cambang dan kumisnya yang lebat.
Jumat itu rupanya hari nahasnya. Pemimpin gerilyawan yang konon bisa menghilang dan berubah rupa itu bangun tidur pukul 6 pagi. Xanana baru saja selesai mandi, tatkala pasukan baret merah menggertak: "Buka pintu". Xanana menguak pintu seraya mengacungkan pistol. Namun, belum sempat pistolnya menyalak, beberapa laras M-16 disorongkan ke wajahnya. Xanana menyerah. Dari persembunyiannya, ditemukan handy talky dan tiga peti barang lainnya. Juga sekarung dokumen. Ia langsung dibawa ke rumah Theo Syafei.
Nama Xanana mulai mencuat dalam daftar musuh aparat keamanan sejak 1978, setelah menggantikan posisi orang pertama Fretilin, Nikolaus Lobato, yang tertembak mati kala itu. Menurut Alexo Cotreal, tokoh masyarakat yang mengenal dan pernah menjadi pengikutnya, Xanana sebenarnya biasa saja. "Kalau sekarang dia jadi pemimpin karismatik, karena tak ada lagi tokoh seangkatannya di Fretilin," ujar Alexo.
Dulu, Xanana adalah seorang wartawan koran Avez de Timor (Suara Timor) pada masa Portugal. Ia memegang rubrik drama dan puisi. Semasa SMP Xanana memang sering menjuarai lomba baca puisi. Tulisannya kerap menyerang penjajah. "Puisinya sangat tajam menentang pemerintah Portugal," cerita Alexo. Pernah, gara-gara kritik Xanana pada Portugal, Avez de Timor dituntut ke pengadilan. Pemerintah Portugal menang. Koran itu didenda 30.000 escudo, tapi tak dibredel. Kemudian, Xanana membuat koran sendiri, Nakroma (Terang).
Sebelum masuk hutan, Xanana sempat menjadi juru ketik di salah satu instansi swasta di Dili. Tahun 1973, ia pergi ke Australia. Tak banyak berita tentang kegiatannya di hutan. September 1990, Robert Domm, pengacara Australia, mengaku menemui Xanana dan merekam perbincangannya dalam enam kaset. Wawancaranya diterbitkan oleh Australian Council for Overseas Aid pada Februari 1991.
Tempat persembunyian Xanana, menurut Domm, dijangkaunya setelah berkendaraan setengah hari dari Dili dan jalan kaki sekitar 20 kilometer. Agar tak terlihat tentara Indonesia, ada "upacara menghilangkan jejak" sebelum naik gunung. Xanana digambarkan sebagai seorang yang cerdik, cerdas, dan tahu banyak berita sekitar Tim-Tim. Diakui Xanana, pihaknya sangat terjepit oleh ABRI.
Penangkapan Xanana tentu membuat geger. Dari Portugal, Presiden Mario Soares mendesak PBB agar minta Indonesia membebaskan Xanana. Sabtu lalu, di depan konsulat Indonesia di Melbourne, sekitar 150 simpatisan Fretilin berseru serupa. Dalam demo di tengah hujan dan angin deras itu, ikut pula dua anak Xanana, Nito (21 tahun) dan Zenilda Gusmao (18 tahun).
Emilia, 41 tahun, istri Xanana, sejak dua tahun lalu memang berada di Melbourne bersama kedua anaknya. Ketika wartawan TEMPO Dewi Anggraeni mengunjungi rumahnya, Emilia tampak sembab matanya dan hanya duduk termenung bersandar di kursi panjang. Dia, yang hanya bisa berbahasa Portugis, pada reporter televisi ABC berkata, "Saya mohon agar Australia membantu pembebasan suami saya, dan agar dia tak diperlakukan sebagai penjahat politik." Emilia juga tengah menghadapi soal rebutan dana perjuangan US$ 75.000 di sebuah bank Portugal dengan pimpinan pucuk Fretilin Ramos Horta.
Xanana, kabarnya, sudah diterbangkan ke Jakarta. Namun, Kapuspen ABRI Brigjen. Nurhadi Purwosaputro membantahnya. Xanana, katanya, masih di Dili. Pangab Jenderal Try Sutrisno telah pula terbang ke Dili dan sempat melihat lokasi penangkapan Xanana, Jumat siang lalu. Dari Dakar, Senegal, masuk kawat ucapan selamat Presiden Soeharto atas penangkapan ini.
Suasana Dili tampak tenang. Namun, rupanya ada mitos bahwa Xanana adalah orang sakti. Hingga awal pekan ini, sebagian orang Tim-Tim masih belum percaya Xanana bisa tertangkap. Apa Brigjen. Theo mesti menayangkannya di televisi?
Toriq Hadad (Jakarta), Ruba'i Kadir (Dili)
|
|
|
Post by bayuatritz on Aug 4, 2008 22:08:16 GMT 7
Wuahhhh...muataffff....Sir...bahas tentang Ops Amphibi yang dilaksanakan pada awal2 Ops Seroja dong....
|
|
|
Post by priyono on Aug 5, 2008 12:40:31 GMT 7
@bayuatriz aku pernah baca kisah anggota IPAM (sekarang Taifib) yang berenang kemudian ada yang hilang tersapu ombak dan arus.Salah satu yang berhasil lolos yaitu Prajurit Satu FHA Suyono kalau tidak salah selang beberapa tahun kemudian berhasil memecahkan rekor berenang dari Pasir Putih ke Pantai Camlong di Madura menempuh 110 KM, 43 jam 34 detik tanpa berhenti pada tahun 1991.Dalam operasi Seroja , Pratu Suyono pernah berenang tiga hari tiga malam.
Juga saat pendaratan di Pantai Laga ada BTR-50 yang tenggelam berikut delapan anggota yang meninggal.
|
|
|
Post by priyono on Nov 28, 2008 18:12:18 GMT 7
Jumat, 17 April 1998 _________________________________________________________________ Kontak Senjata di Baucau, Tiga Anggota GPK Tewas Dili, Kompas Tiga anggota GPK (gerakan pengacau keamanan) Timor Timur dan dua angggota ABRI tewas dalam kontak senjata di Baucau, sekitar 180 km dari Dili. Kepala Staf Kodam (Kasdam) Udayanya, Brigjen (TNI) Willem de Costa, mengatakan hari Kamis (16/4) di Bandara Comoro Dili, kontak senjata itu terjadi Rabu malam lalu ketika petugas keamanan menyergap markas GPK di Kampung Manulai, Desa Wailili, Kecamatan Baucau. "Sebelumnya, petugas mendapat laporan dari masyarakat tentang adanya markas GPK di situ. Dalam penyergapan itu anggota ABRI mendapat perlawanan ketat sehingga kontak senjata tidak terhindarkan," ujarnya. Menurut Kasdam, dalam kontak senjata itu pihak GPK melepaskan tembakan ke arah anggota ABRI, Serda Wayan Darma yang membawa sebuah granat. Tembakan mengenai prajurit tersebut dan granat pun meledak. Serda Wayan tewas bersama Serda Atek Ribiyanto yang berada di sampingnya. Tiga anggota GPK yang tewas adalah Ny Maria Maia Marques (37), anaknya Cribonto (12), dan Salustiano Freitas (35), pemilik rumah. Sekitar delapan anggota GPK lolos dari penyergapan itu. Kontak senjata berlangsung satu jam. Rumah yang menjadi markas GPK itu dibangun tahun 1995 tapi hingga kini belum selesai. GPK juga membangun terowongan mirip katakombe. Terowongan ini sekaligus menjadi penyimpanan logistik mereka. "Salustiano Freitas adalah mantan anggota tim kesatuan "Sera" Kodim 1828 Baucau. Dia lari ke hutan bergabung dengan GPK sejak tahun 1992," kata Willem. Senjata ditemukan Kasdam mengatakan, ketika dilakukan pembersihan esok harinya, petugas menemukan 33 butir peluru M16, 12 butir proyektil, satu peti amunisi campuran, tiga pucuk senjata api, senjata api genggam kuno, satu senapan angin, empat magasin penuh peluru, satu magasin M16, dua handy talky, dua rol kabel, 23 antena, bendera Fretelin, tiga teropong, 10 kaset video, satu dos obat-obatan dan bahan makanan, dokumen, bom rakitan, ransel, tiga sepatu ABRI, tiga pasang baju TNI, 12 celana loreng, tujuh peti kosong, beberapa foto pimpinan GPK seperti David Alex, Matan Ruak dan Cesario Haksolok. Tiga anggota GPK yang tewas di Manulai itu sempat dibawa kabur ke hutan oleh anggota GPK lainnya yang berhasil lolos dalam penyergapan malam itu. Ia menambahkan, tiga pucuk stengun itu digunakan GPK ketika membunuh Pratu Amandio Coreia, istri dan anaknya dua pekan lalu di markas tersebut. Keberadaan markas GPK di tengah kampung merupakan petunjuk bahwa GPK semakin cerdik melakukan aksi-aksi yang merugikan masyarakat. Kasdam mengharapkan, masyarakat agar segera melaporkan kepada pihak berwajib jika mengetahui ada kegiatan GPK di daerah itu. Hal itu penting agar petugas keamanan bisa segera mengambil langkah-langkah pengamanan. (kor)
Kejadian ini berhasil saya konfirmasi dengan seorang pelaku penyergapan ini.Pelaku sekarang bertugas di Koramil Tawangsari Sukoharjo berpangkat Kopral Satu.Daerah kejadian ada di sektor Timur yang masih rawan adanya GPK Fretilin.Sang kopral yang aslinya dari Jogja berhasil saya ajak ngobrol ketika sedang istirahat ketika kami sedang latihan di Korem Solo.
Bunker tersebut ada sebuah rumah yang tiap hari dilalui oleh truk atau patroli TNI saat itu.Jadi saat penyergapan pihak lawan berhasil mendahului menembak sehingga timbul korban gugur di pihak TNI.
Bunker tersebut berhasil diendus pihak intel,memang jeli sekali.
|
|
|
Post by priyono on Nov 28, 2008 18:19:14 GMT 7
Selasa, 30 Januari 1996 _________________________________________________________________ ENAM GPK FRETILIN DITEMBAK MATI Dili, Kompas Komandan Komando Resort Militer (Korem) 164/Wira Dharma (bukan 164/Wijaya Kusuma sebagaimana ditulis Kompas (26/1), Kolonel (Inf) Mahidin Simbolon mengatakan, tim gabungan ABRI di Timor Timur (Timtim) Kamis (25/1) dan Jumat (26/1) menembak mati enam anggota Gerombolan Pengacau Keamanan (GPK) Fretilin dan menangkap hidup seorang anggota GPK dan seorang anggota klandestin (gerakan bawah tanah). "Dari tangan mereka, berhasil dirampas dua pucuk senjata M-16 A1, satu pucuk senjata jenis SP-1, satu pucuk senapan angin, dua magazen M-16 A1 dan satu magazen SP-1," kata Simbolon ketika ditemui wartawan di sela-sela acara pisah kenal, Kepala Stasiun (Kepsta) RRI Regional I Dili yang lama, Paul Jusuf Amalo dan Kepsta RRI Dili yang baru, Sudung Parlindungan Tobing di Dili, Sabtu (27/1). Danrem ketika itu didampingi Kapen Korem 164/Wira Dharma, Kapten CAJ L. Djoko Purwadi mengatakan, peristiwa itu terjadi di dua wilayah, yakni Atsabe, Kabupaten Ermera sekitar 80 km arah barat Dili. Selain itu di Dilor, Kabupaten Viqueque, sekitar 200 km arah timur Dili. Dua wilayah itu katanya, dikenal sebagai sarang GPK Fretilin. Baku tembak Menurut Simbolon, tim gabungan ABRI dalam operasi buru GPK di Atsabe, Kamis (25/1) bergerak pada pukul 4.30 Wita, di bawah komando Serda Mukadi. Tim yang beranggota 12 orang sempat baku tembak dengan GPK. Akibatnya, kata Simbolon, seorang anggota GPK, Kristovao alias Aracabia (30) tertembak mati. GPK Martino alias Aranluli (34) serta seorang anggota klandestin tertangkap hidup. Anggota klandestin itu, lanjut Simbolon, dikembalikan kepada keluarganya setelah diberi pengarahan oleh aparat keamanan setempat. Tim di Dilor, Viqueque beranggotakan 20 orang, dipimpin Kapten Inf. Eko S. Mereka berhasil menembak mati lima anggota GPK, namun dua orang lainnya sempat lolos. Mereka yang tertembak mati, Serlau (30), Mau Sino (29), Bento Calma (28) (asisten politik), Jose Pendek (30) dan Robido Onak (33). Dalam baku tembak GPK Fretilin-pasukan ABRI di dua wilayah tersebut, kata Simbolon, tidak seorang pun dari tim yang terluka. Menurut Simbolon, sejak April 1995 hingga Januari 1996, tercatat 32 anggota GPK di Timtim berhasil dilumpuhkan. Ada yang tertembak mati, menyerahkan diri dan ditangkap hidup. (m)
|
|
|
Post by priyono on Nov 28, 2008 18:27:20 GMT 7
Sumber : MBM GATRA Edisi : 27 Mei 1995. Rubrik : Nasional
TIMOR TIMUR
Serangan Minggu Pagi
Seorang prajurit ABRI tewas ditembak gerombolan Fretilin .
SERENTETAN tembakan menyalak di sebuah bukit, di pingiran Kampung Olabai, Kecamatan Kota Viqueque, Timor Timur, sekitar pukul 6.40 Ahad pagi pekan lalu. Rupanya Pos Pengaman (Pospam) II Kodim 1630 Viqueque diserbu segerombolan gerilyawan Fretilin. Bunyi tembakan, kata Gomes Fernando, seorang penduduk Olabai, berlangsung sekira empat menit. Sesudah itu, suasana kembali sunyi. "Tapi warga sini takut keluar rumah," Gomes menambahkan.
Para gerilyawan ini cepat kabur setelah melakukan aksi, meninggalkan Pratu (Prajurit Satu) Mathias Ormai da Silva dengan sejumlah luka di tubuh. Pratu Mathias da Silva tewas. Menurut sumber Gatra di Markas Kodam Udayana, Denpasar, da Silva sendirian di pos ketika para penyerbu datang. Maka betapapun telah mencoba bertahan habis-habisan, ia tak bisa berbuat banyak.
Sumber di Dili menduga serangan itu dilakukan oleh gerombolan Asioux yang memang dikenal sering kelayapan di hutan Viqueque. Kekuatan mereka diduga sekitar 15 orang. Namun ancaman kelompok gerilyawan ini dianggap tak berarti. Hampir lima tahun lamanya mereka tak berani mengusik pos-pos militer. "Paling mereka mendatangi penduduk desa dan memin- ta bahan makanan," ujar sumber Gatra di Dili.
Pospam II di Kampung Olabai itu biasanya dijaga enam personel. Mungkin karena keadaan dianggap aman maka komandan jaga Sersan Satu Jacinto dan empat anak buahnya pulang ke rumah untuk bersama keluarganya ke gereja menjalankan misa Minggu pagi. Mathius Ormai da Silva, bekas Hansip yang direkrut menjadi anggota militer itu menjaga pos seorang diri.
Maka gerombolan Asioux yang diperkirakan telah mengintai sejak beberapa hari sebelumnya, kini mendapat kesempatan. Setelah da Silva roboh, para gerilyawan menjarah pos militer itu. Dua pucuk senapan jenis SP-2, dan 3 pucuk bedil model kuno G-3, serta 240 butir peluru mereka bawa kabur. Sejumlah seragam militer dan obat-obatan ikut kena gondol.
Pihak militer tentu tak tinggal diam. Pengejaran segera dilakukan. Lima peleton prajurit dari Yon 406 Diponegoro, yang sedang bertugas di Timor Timur, segera dikerahkan. Tiga peleton diperintahkan menyisir ke daerah perbukitan di timur laut Viqueque dan dua yang lain ke arah barat laut. Tapi sampai akhir pekan lalu, belum diketahui hasil pengejaran.
Saat ini, kata Komandan Korem Wiradharma Dili Kolonel Kiki Syahnakri, kekuatan gerilyawan Fretilin tak lebih dari 176 orang dengan sekitar 105 pucuk senjata. Mereka terbagi menjadi banyak kelompok: ada gerombolan Cony Santana, Alut, David Alex, Lere, Ernesto, Maukonis, dan Asioux. Mereka makin terdesak karena sulit mendapat senjata, amunisi, dan anggota baru.
Operasi menangkal gerilyawan terus dilakukan. Pertengahan Mei lalu, satuan keamanan Timor Timur berhasil menangkap Mario Jose Guteris, gerilyawan Fretilin, di Desa Dare, Kecamatan Hatuberlico, Ainaro. Dari Guteris bisa dirampas sebuah senjata laras panjang dengan 150 butir peluru, dua granat, dan uang Rp 300 ribu. Beberapa hari sebelumnya, aparat Kodim Bobonaro menembak mati Aeulari dan Julio dalam sebuah kontak senjata. Dalam peristiwa itu, Apresio Miquel Soares, 20 tahun, tertangkap hidup. "Kami selalu menyerukan agar mereka menyerah," kata Kolonel Kiki Syahnakri. Ia berjanji gerilyawan yang menyerah tak akan disakiti. (PTH (Jakarta) dan RK (Dili)
|
|
|
Post by priyono on Nov 28, 2008 18:28:46 GMT 7
Kompas Online _________________________________________________________________ Sabtu, 28 Februari 1998 _________________________________________________________________ Anggota ABRI dan GPK Tewas dalam Kontak Senjata Dili, Kompas Antonio Soares (32), anggota gerombolan pengacau keamanan (GPK) dan Pratu Diego Soares Martins (26) anggota ABRI tewas dalam kontak senjata di Kampung Lisafat, Kecamatan Hatolia, Kabupaten Ermera, Rabu (25/2). Kontak senjata berawal dari laporan masyarakat tentang keberadaan GPK di wilayah itu yang sering mengganggu keamanan dan ketenangan masyarakat. Siaran pers Komando Resort Militer (Korem) 164/WD, Jumat (27/2) yang ditandatangani Wakil Komandan Korem, Kolonel (Czi) Suryo Prabowo menyebutkan, kontak senjata itu merupakan upaya membasmi GPK di Timtim. Di kampung itu sering terjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Petugas keamanan bersama masyarakat mengadakan pengejaran terhadap GPK, kemudian terjadi kontak senjata. Pratu Diego telah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Seroja Dili, sedangkan Antonio dimakamkan di Lisafat. Dalam kontak senjata itu, pasukan ABRI berhasil merampas satu pucuk senjata jenis M 16 AL, satu buah handy talky merek Kenwood, satu buah sangkur, tiga magazin, dan satu bungkus lulik, obat kebal yang dipakai Antonio. Setelah kejadian itu, dua warga masyarakat Ermera masing-masing Carlito Tilman dan Calistro Tilman, menyerahkan diri kepada petugas keamanan. Keduanya, selama ini membantu GPK mensuplai bahan makanan, obat-obatan, memberi informasi tentang kekuatan ABRI dan berbagai kejadian di Ermera dan Dili. (kor)
|
|
|
Post by priyono on Dec 4, 2008 20:08:20 GMT 7
Catatan Kejadian yang menimbulkan banyak korban di pihak TNI dalam operasi seroja.
1.Operasi Linud 7 Desember 1975. 16 Kopassandha dan 35 Kostrad gugur.
2.Peristiwa Kraras 8 agustus 1983. 14 Gugur dan 17 pucuk senjata hilang.
3.Penghadangan truk pengamanan pemilu di baucau 1997 .19 gugur ( polisi dan TNI).
4.Penghadangan truk Denzipur-8 tgl (18/9-1997) di Kairura 80 Km arah Timur Dili . 5 TNI orang gugur
5.Penghadangan truk Yonif 405 pada 15 April 1976 di Pegunungan Aitutu. 33 orang gugur.
Itulah yang sedikit saya ingat...mungkin masih banyak...dan bisa ditambahkan
|
|
|
Post by irvand on Nov 16, 2009 9:37:46 GMT 7
Maap nih, mau partisipasi tapi gak punya kutipan buat ditampilkan di sini. Cuma mo kasih info ttg buku yang cukup banyak mengupas ttg operasi di Timtim, yaitu : - "Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur" dan Operasi Udara di Timor Timur". Keduanya karangan Hendro Subroto diterbitkan Pustaka Sinar Harapan - "Timor Timur, Satu Menit Terakhir Catatan Seorang Wartawan", karangan Rien Kuntari Ada yg mau nambahin?
|
|
|
Post by cakrabyuha on Nov 16, 2009 10:29:37 GMT 7
Ada nih tak Tambahin : 1. "SEROJA" karangan Saleh Kamah, Wartawan Antara.. 2. Selamat JAlan Timor Timur " PERGULATAN MENGUAK KEBENARAN", Tulisan Jend.(Purn) Wiranto
|
|
|
Post by irvand on Dec 1, 2009 18:14:20 GMT 7
Catatan Kejadian yang menimbulkan banyak korban di pihak TNI dalam operasi seroja. Dari literatur dan catatan Mas Priyono di atas bisa kita lihat kalau korban di pihak TNI cukup besar. Saya tidak terlalu paham strategi militer, namun kalau dilihat sekilas, kekuatan TNI memiliki beberapa keunggulan. Dari segi kuantitas pasukan, peralatan dll. Sedangkan Tropaz yang menjadi musuhnya walaupun terlatih namun tidak memiliki senjata berat maupun perwira untuk merancang operasi militer yang besar. Tapi kenapa yah perlawanan mereka tidak pernah bisa ditumpas habis?
|
|
ranger
Angkasa members
Posts: 391
|
Post by ranger on Dec 2, 2009 10:11:27 GMT 7
- Menurut beberapa literatur dan pengakuan bbrp tentara yg pernah bertugas di Timtim, Tropaz merupakan pasukan terlatih, berpengalaman tempur (sering diikutkan dalam kampanye2 militer Portugis dinegara2 jajahan) dan dipersenjatai dengan baik. - 15.000 pucuk G3 tidak diketahui rimbanya waktu Portugis pergi. Bahkan mereka punya mortir 80 mm, dimana waktu itu TNI hanya punya ukuran 60 mm (Baca bukunya Pak Hendro Subroto, Saksi Mata Perjuangan Timor Timur??). Pasukan Indonesia kebanyakan pakai senjata SP1/SP2. AK47 dan M16 hanya beredar pada kesatuan tertentu (Pak Pri atau teman lain, tolong koreksi bila salah). - Mereka mengenal medan jauh lebih baik. - Walau sebagian menerima Indonesia masuk Timtim, secara umum, rakyat timtim menganggap kita sebagai penyerbu/penjajah. - Jadi, gerakan bersenjata timtim diibaratkan ikan, dan masyarakat/lingkungan sebagai kolamnya. - Diakui bahwa manajemen perang TNI gagal, terutama waktu melakukan operasi gabungan massal. Marinir yg membeku di pantai gara2 tembakan artileri dari kapal kawan, insiden peterjun 504 vs Pasukan yg sudah melakukan penetrasi dari darat, ego antar kesatuan dll.
- Hal nyata, jarang sekali perang asimetris seperti ini bisa berlangsung singkat. Amerika di Vietnam, Amerika (dan tentu saja Rusia) di Afganistas, Perancis di Indochina, Indonesia di Aceh dan Timtim, Philipina di kawasan selatan dll.
|
|